SEKOLAH TINGGI TEOLOGI INJIL BHAKTI CARAKA
PERNIKAHAN KRISTEN
DISERAHKAN KEPADA
SAMUEL J. SINURAYA M.Th (c)
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN STUDI
PERNIKAHAN KRISTEN
OLEH
ARIPANDO
BATAM
19 NOVEMBER 2019
BAB I
Definisi Pernikahan Kristen
Pernikahan haruslah antara seorang pria dan seorang wanita. pernikahan merupakan suatu ketetapan dan inisiatif Allah sendiri. Hal ini berdasarkan pada kesaksian Alkitab dalam Kejadian 2 ayat 24 dan Matius 19 ayat 5. Dengan jelas bahwa pernikahan adalah karunia dari Allah.
Makna dari pernikahan tidak hanya sekedar persatuan tubuh antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Pernikahan adalah sebuah persekutuan hidup yang utuh, yang tidak terpisahkan antara dua pribadi, antara laki-laki dan perempuan, yang dipersatukan menjadi suami-istri. Menurut Eka bahwa salah satu prinsip dalam kehidupan pernikahan adalah kondisi tidak terceraikan.[1] Arti sesungguhnya baik laki-laki maupun perempuan dalam kondisi apapun, hendaknya memiliki prinsip yang benar mengenai pernikahan itu sendiri, yaitu monogami dan setia. Hal terpenting untuk memahami pernikahan kristen adalah pernikahan itu dalam rencana Tuhan dan Tuhan melihat persekutuan yang hidup tersebut sebagai sesuatu yang indah dan baik adanya.
Oleh sebab itu, pernikahan dapat didefisinisikan sebagai berikut:“ Pernikahan adalah suatu komitmen untuk bersatu yang melibatkan dua pribadi yakni antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam suatu hubungan kasih dan kebersamaan (matual sharing), yang diteguhkan oleh Allah sendiri melalui hambaNya dan tidak dapat dipisahkan oleh apapun kecuali maut.”
BAB II
Dasar Alkitabiah Pernikahan dan Rumah Tangga Kristen
Di dalam Alkitab Perjanjian Lama, khususnya di dalam kitab Kejadian 2: 18-25, pertama sekali Allah membentuk lembaga pernikahan bagi manusia sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Setelah Allah menciptakan seorang pria bernama Adam, maka Allah mengevaluasi bahwa tidak baik manusia seorang diri saja, Allah menciptakan perempuan (Kej 2:18). Dengan demikian bahwa sebenarnya pernikahan adalah sesuatu yang baik di mata Allah. Menikah dan membangun sebuah keluarga bukanlah dosa, melainkan sesuatu yang Allah kehendaki. Bahkan pernikahan tersebut dapat dikatakan bersifat kudus.. Beberapa ayat Alkitab yang mendukung pandangan di atas adalah Kejadian 1:22; Matius 19:5; Yohanes 2:1-11. Pernikahan itu sendiri merupakan persekutuan kasih yang paling istimewa diantara manusia.
Dalam Kejadian 2:18 menyatakan“Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengan dia.” Dalam Alkitab, Perempuan dinamakan teman, dalam Alkitab TB disebut penolong, sedangkan dalam bahasa Ibrani ezer.[2] Penolong yang sepadan berarti penolong yang dapat saling melengkapi di dalam kedudukannnya yang setara. Seorang pria kedudukannnya tidak lebih tinggi dari kedudukan seorang wanita itulah artinya setara. Keduanya bukanlah unsur yang bertentangan melainkan unsur yang saling melengkapi. Hubungan untuk saling mengasihi dan dikasihi, memerhatikan dan diperhatikan, memberi dan diberi bahkan dalam hal-hal yang lebih dalam lagi semuanya dapat terpenuhi. Pernikahan Kristen sangat menekankan akan kekekalan perkawinan, dan hanya mautlah yang memisahkan mereka.
BAB III
Fungsi dan Tujuan Pernikahan dan Rumah Tangga Krisen
Pernikahan manusia sangat jauh berbeda dengan perkawinan hewan dan lainnya, yang walaupun ada kesamaan bahwa hewanpun diciptakan Allah berpasangan yaitu jantan dan betina tetapi tetap ada perbedaan yang besar. Perbedaan ini didasari kepada kebenaran bahwa manusia itu diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Kej. 1:27). Manusia melebihi hewan dalam hal akal budi, kebebasan kehendak, bahasa, kesadaran akan dirinya sendiri, kesadaran akan Tuhan dan suara hati yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Walaupun pernikahan manusia itu mencakup naluri dan nafsu, seperti yang terdapat juga pada hewan, tetapi pernikahan manusia merupakan suatu hubungan yang jauh lebih kaya dan agung dari pada perkawinan makhluk lain.
Dalam Alkitab, pernikahan merupakan tujuan dan tetap dalam rencana Allah. Itu sebabnya pernikahan itu harus dilandasi cinta kasih dan bukan nafsu belaka. Jelaslah bahwa pernikahan mempunyai tujuannya dan tujuan itu harus diperhatikan supaya orang tidak menikah sekedar memenuhi kewajiban kodrat atau hukum alam, melainkan supaya ia menikah karena dilandasi kasih dan merupakan karunia Tuhan. Secara umum orang berbicara tetang tujuan pernikahan sebagai kebahagiaan. Tetapi kebahagiaan saja masih dalam konsep yang abstrak. Oleh karena itu banyak pula yang memiliki pendapat bahwa kebahagiaan ditentukan dengan kesejahteraan material.
Secara teologis, kebahagiaan itu dipahami sebagai shalom di mana ada kesejahteraan material tetapi juga kesejahteraan rohani, kedamaian, keharmonisan dan cinta kasih dapat dilihat dalam Mazmur 128 bahwa kebahagiaan dalam pernikahan dan rumah tangga, dimulai dari takut akan Tuhan. Jadi kebahagian suatu pernikahan tidak dapat dinilai dari segi materi tetapi dapat dilihat dari persekutuan mereka dengan Tuhan. Ketika dua pribadi dipertemukan di dalam Tuhan, kemuliaan Allah harus terlihat. Dengan demikian tujuan pernikahan adalah untuk merefleksikan gambar Allah dan keberadaan-Nya.
Kodrat manusia pada hakekatnya berada dalam posisi yang paling tinggi bila dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Allah menciptakan lembaga pernikahan dengan satu tujuan yang mulia yaitu untuk menikmati berkat Allah yang tidak pernah terbatas. Manusia tidak diciptakan untuk hidup sendiri, meskipun tetap ada orang-orang yang memutuskan untuk tetap melajang karena pilihan hidupnya. Dalam hubungan pernikahan, laki-laki dan perempuan dapat saling memberi dirinya sendiri baik secara jasmani maupun rohani.[3]
BAB IV
Peran untuk Suami, Istri dan Anak
Suami
Peran suami sangat penting didalam sebuah keluarga, khusus dalam rumah tangga Kristen. Seorang lelaki menjadi kepala keluarga setelah berumah tangga dan hal ini merupakan tanggung jawab besar bagi para kaum pria. Banyak dari kaum pria yang kemudian mencari tahu apa yang Tuhan harapkan dari mereka sebagai suami yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Peran suami yang baik membawa keluarganya tetap pada rencana Allah yang telah ditetapkan-Nya.
Dalam Ef. 5:25; Kol. 3:19, rasul Paulus berbicara tentang kasih, “Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. Hai suami-suami, kasihilah istrimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” Penekanan Paulus disini berbicara tentang “suami mengorbankan diri untuk istri”.[4] Sama halnya seperti Kristus yang mengorbankan diriNya bagi umat manusia, demikian hendaknya suami mengikuti teladan Kristus bagi isterinya. Pastilah para istri yang normal tetap menghendaki agar suaminya bisa menjadi panutan dan teladan bagi anak-anak mereka. Untuk itulah suami-suami diharapkan bisa memenuhi beberapa hal ini dengan tujuan untuk menciptakan pernikahan yang bahagia, harmonis dan bahkan berkenan kepada Tuhan.
Sebagai Kepala
Dalam Ef.5:23 dan I Kor. 11:3 dikatakan bahwa suami adalah kepala istri. Artinya; sebagai kepala dalam keluarga maka fungsinya adalah membawa rumah tangga untuk melewati tiap rintangan, tantangan dan godaan yang ada. Suami harus ingat bahwa dia bukanlah penguasa atas istri dan anak-anak tetapi harus memandang lebih dalam bahwasanya wewenang ilahi yang diberikan kepada suami dan ayah dibentuk menurut teladan Kristus. Dan wewenang Kristus dibangun atas dasar pengorbanan-Nya di atas Golgota.[5] Jadi sudah sangat jelas bahwa karena kasih, maka Kristus menyerahkan diriNya, demikian juga hendaknya suami meneladani Kristus bagi keluarganya.
Sebagai Suami dan Ayah
Sebagai pemimpin rohani terhadap istri berarti suami harus melakukan dan mengajarkan bagaimana harus selalu mendoakan, mengasihi dan memimpin serta membawa istrinya sesuai dengan peraturan Allah. Alkitab mencatat bahwa Yesus telah memberikan teladan yang baik dimana Ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Bahkan peran suami juga menjadi seorang pemimpin dan panutan bagi anak. Memipin juga termasuk ke dalam hal pikiran, perbuatan dan segala sesuatu yang baik adanya.
Seorang ayah yang baik juga harus memperhatikan kebutuhan anak secara total mulai dari tubuh, jiwa dan roh semuanya diperhatikan dengan penuh tanggung jawab. Ayah sangat berperan aktif terhadap anak melalui teladan, baik dalam memberi hormat akan sesama maupun menghormati Tuhan dan mengajarkan supaya takut akan Tuhan. Hal yang lain yang tidak kalah penting bagi seorang suami adalah menjadi seorang imam bagi keluarga. Suami yang adalah kepala keluarga memiliki tanggung jawab penuh untuk membawa anggota keluarganya ke dalam tuntunan Tuhan. Oleh sebab itu dalam keluarga diperuntukkan memimpin dan membiasakan semua anggota keluarga untuk memulai hari dengan mezbah doa.
Wakil Allah
Dengan kedudukan sebagai wakil Allah sekaligus memiliki amanat untuk memimpin keluarga sesuai dengan kehendak dan tujuan Allah seorang suami harus tetap mengingat hal ini. Alkitab menyatakan: Tetapi aku mau, supaya kamu megetahui hal ini, yaitu kepala dari setiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari setiap perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah (Kol 3:18; Ef 5:23). Untuk itu, peran Suami dalam suatu keluarga bukanlah suatu hal yang mudah untuk dijalani karena ia harus memberikan teladan seperti Kristus. Suami sebagai kepala dan sebagai wakil Allah tidak untuk memerintah dan berkuasa dengan sesuka hatinya melainkan mengayomi dan membawa istri dan anak-anak untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah. Dengan demikian keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang berbahagia dan diberkati oleh Allah.
Istri
Dalam kitab Kejadian 2:18, TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Kata penolong dalam bahasa asliya adalah ezer yang artinya ditunjukkan sebagai hanya Allah yang menjadi penolong bagi manusia. Kata ini dipakai untuk menunjukkan betapa pentingnya peran istri untuk menjadi penolong bagi suaminya. Istri menjadi penolong bagi suami untuk mewujudkan apa yang Allah rencanakan dalam kehidupan suami. Istri memiliki kewajiban untuk menemani suami dalam keadaan suka atau duka dan selalu berdoa, memberi dorongan, setia, dan sabar senantiasa adalah fondasi yang kuat bagi suami untuk dapat meraih kesuksesan.
Seorang istri harus menjadi seorang pendamping bagi suami. Dapat mendampingi dan menghibur suami dalam segala kondisi. Artinya bahwa istri harus menjadi teman bahkan menjadi sahabat yang paling dekat, setia mendampingi seumur hidup serta dapat mengetahui dan memenuhi kebutuhan suami dan harus hidup murni di hadapan Tuhan (1 Pet. 3:1-2).
Penting untuk diingat bahwa Firman Tuhan berkata, “Istri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata,“Kemolekan adalah bohong dan kecantikkan adalah sa-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan di puji-puji” (Ams. 31:10-31). Ayat ini memberikan gambaran bahwa seharusnya beginilah menjadi seorang istri yang baik, ia cakap, bercita-cita tinggi, rajin bekerja dengan tangannya, baik hati, bijaksana, dapat dipercaya, dan melaksanakan banyak hal lain. Ia mengenal harga dirinya. Ia memakai kecerdasan, kekuatan tubuh, dan sifatnya yang takut akan Allah untuk maksud yang baik bagi keluarganya. Dengan demikian suami harus mengasihi istrinya dan tidak berlaku kasar terhadap dia (Kol. 3:19), menghormati isterinya, maka ketaatan istri kepadanya menjadi suatu mata air yang memancarkan keadaan saling mencintai dan saling melengkapi. Seorang istri harus tunduk kepada suami (Ef. 5:22-24), tunduk berbeda dengan tanduk. Gambaran tentang tunduk atau takluk berarti dengan rendah hati dan penuh pengertian mematuhi suatu kuasa atau seseorang yang berwewenang yang telah ditetapkan.[6]
Tanggung jawab utama seorang istri adalah mengabdikan diri, waktu dan tenaganya kepada suami, anak-anak dan rumah tangganya.[7] Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa istri memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga Kristen. Seorang istri harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Istri harus mampu menjadi penolong, sebagai pendamping, dan dapat mengahargai suaminya. Istri harus taat kepada suami karena ketaatan merupakan kewajiban dari seorang istri . sama seperti Sara yang taat kepada Abraham, suaminya. Demikian juga hendaknya para isteri taat kepada suminya. Rasul Paulus juga menekankan hal tersebut dalam suratnya kepada jemaat di Efesus. “Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu”(Efesus 5:24).
Anak
Peraturan Allah untuk anak-anak diringkas dalam satu perintah: “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian (Efesus 6:1 TB) ketaatan seorang anak kepada orang tuanya merupakan suatu keharusan yang artinya wajib dilakukan.
Hubungan seorang anak dengan Yesus berkembang dalam hubungan langsung dengan ketaatan yang ditunjukkan kepada orang tuanya.[8] Yesus memberikan teladan ini kepada orang tuanya ketika Ia masih kecil, demikian hendaknya orang tua mengajarkan dan mendidik anak-anaknya seperti yang Yesus lakukan. Seorang anak hidup dan bekerja sesuai dengan kehidupan anak, bekerja dalam ketaatan, tanggung jaab dan karena itulah anak dikatakan anak yang berbahagia. Karena orang tua tentu akan mengasihi dan menyayangi anak-anaknya, apalagi kalau anaknya tersebut anak yang patuh kepada mereka.
Di dalam Alkitab, anak-anak dipandang sebagai karunia (pemberian) Allah. Anak-anak harus dikasihi, dihargai dan dihormati seperti halnya orang dewasa. Menurut kitab Matius 18:1-6, 10, anak-anak merupakan hal penting di mata Allah dan dalam kerajaan Sorga. Anak-anak juga diberi tanggung jawab untuk: menghargai dan menghormati orang tua, peduli terhadap mereka, mendengarkan mereka, serta patuh kepada mereka (Keluaran 20:12, Amsal 1:8, 13:1, Markus 7:10-13, Efesus 6:1). Seorang anak harus belajar untuk melakukan semuanya tersebut, dalam arti belajar taat dan mengasihi orang tua dan juga mengasihi Tuhan. Dengan demikian maka sang anak telah berbakti kepada Tuhan dan berbakti kepada kedua orang tuanya serta telah melakukan kewajibannya sebagai seorang anak.
Seorang anak juga harus memperhatikan didikan ayah dan ibunya. Jika ia tidak melakukan hal tersebut, maka ia akan menjadi anak yang malang. Karena ia sudah termasuk tidak menghormati orang tuanya dengan cara melawan kepada mereka. Anak yang melakukan hal ini, berdasarkan kesaksian Alkitab, maka ia akan menjadi anak yang tidak beruntung dan tidak panjang umurnya di tanah yang Tuhan berikan kepadanya.
BAB V
Penyebab dan Dampak Perceraian
Gangguan Keharmonisan Suami-Istri
Syarat pernikahan Kristen adalah janji sakral yang diucapkan oleh dua orang mempelai di depan Imam atau pendeta dan di depan para saksi. Setelah Imam memberikan pemberkatan kepada mempelai, kedua mempelai resmi menyandang status suami dan istri. Hubungan suami dan istri bukanlah hubungan yang sangat gampang seperti saat masih dalam fase pacaran. Hubungan suami-istri akan berlangsung seumur hidup sehingga tidak boleh disepelekan sama sekali. Oleh karena itu menjalani hubungan suami istri bukan hal yang mudah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membangun hubungan atau relasi suami istri tidak bisa dikatakan akan terus-menerus berjalan dengan mulus tanpa ada masalah atau gangguan.
Masalah yang umum dihadapi oleh suami istri adalah komunikasi. Dalam relasi suami istri, gangguan komunikasi kerap menjadi biang keladi ketidakharmonisan rumah tangga. Istri mengeluh, suami merasa disalahkan. Akibatnya suami malas berbicara kepada istri, atau istri merasa dia berbicara tidak ditanggapi oleh suami. Akhirnya komunikasi antara mereka menjadi buntu. Ditambah kesibukan bekerja, sering menyebabkan pasangan suami istri tidak lagi punya waktu untuk saling berkomunikasi karena kelahan. Faktor kelelahan juga sering kali membuat emosi seseorang menjadi tidak stabil. Konselor perkawinan dan keluarga di New York, Amerika Serikat ini mengatakan, saat tubuh lelah dan stress, anda cenderung berkomunikasi kepada pasangan dalam nada emosi marah dan kadang dilebih-lebihkan atau berbicara tidak sesuai fakta.[9]
Perbedaan pendapat juga merupakan penyebab atau pemicu timbulnya konflik atau pertengkaran suami istri. Konflik yang terus-menerus terjadi akan mengakibatkan fondasi pernikahan terkikis. Cinta saja tidaklah cukup untuk mempertahankan atau memelihara pernikahan, cinta hanya cukup untuk memulai pernikahannya saja, tapi untuk mempertahankan atau memelihara dan apalagi menumbuhkembangkan pernikahan dibutuhkan lebih banyak faktor selain dari cinta atau kasih.[10] Dalam kitab Galatia 6:1 berbunyi: "Saudara-saudara kalaupun seseorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut sambil menjaga dirimu sendiri supaya kamu juga jangan jatuh ke dalam pencobaan." Memiliki kelemah lembutan dalam menghadapi masalah akan mendatangkan dampak yang positif dalm hubungan suami istri.
Faktor selanjutnya yang menjadi gangguan dalam hubungan suami istri disebabkan oleh adanya perubahan kepribadian, perbenturan gaya hidup, dan juga kondisi fisik yang sakit-sakitan.[11] Bahkan tidak hadirnya seorang anak dalam hubungan suami istri pun juga menjadi faktor pertengkaran dalam keluarga. Allah yang memiliki kuasa atas segala-galanya termasuk anak. Untuk itu Alkitab memberikan pelajaran penting untuk dipahami dalam menyikapi hal ini. Contoh dalam Alkitab adalah Hana, seorang wanita mandul yang berharap kepada Allah sebagai sumber segalanya (1 Sam.1:1-28). Dengan demikian apapun yang terjadi Allah merupakan sumber jawaban dan bukan manusia.
Dampak Perceraian
Traumatik
Sebuah keluarga melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, seperti pindah rumah atau lahirnya seorang bayi dan kekacauan kecil lainnya, namun keretakan yang terjadi pada keluarga dapat menyebabkan luka-luka emosional yang mendalam dan butuh waktu bertahun-tahun untuk penyembuhan Perceraian merupakan sebuah perubahan dan setiap perubahan akan mengakibatkan stres pada orang yang mengalami hal tersebut. [12] Dampak traumatik dari perceraian biasanya lebih besar dari pada dampak kematian, karena sebelum dan sesudah perceraian sudah timbul rasa sakit dan tekanan emosional, serta mengakibatkan cela sosial. [13]
Perubahan Peran dan Status
Efek yang paling jelas dari perceraian akan mengubah peranan dan status seseorang yaitu dari istri menjadi janda dan suami menjadi duda dan hidup sendiri, serta menyebabkan pengujian ulang terhadap identitas mereka [14] Selain itu, perubahan lainnya ialah, seorang janda yang harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya, seorang duda yang harus mengurus anak jika anak tersebut menjadi hak asuhnya. Bagi seorang anak, akan mengalami trauma dan kehilangan figur dari ayah atau ibunya. Belum lagi mengalami tekanan-tekanan sosial yang lainnya.
Sulitnya Penyesuaian Diri
Kehilangan pasangan karena kematian maupun perceraian menimbulkan masalah bagi pasangan itu sendiri. Hal ini lebih menyulitkan khususnya bagi wanita. Wanita yang diceraikan oleh suaminya akan mengalami kesepian yang mendalam. Bagi wanita yang bercerai, masalah sosial lebih sulit diatasi dibandingkan bagi pria yang bercerai. Karena wanita yang diceraikan cenderung dikucilkan dari kegiatan sosial dan yang lebih buruk lagi seringkali ditinggalkan oleh teman-teman lamanya. Namun jika pria yang diceraikan atau menduda akan mengalami kekacauan pola hidup. Selain itu, perceraian juga sering kali memutuskan tali kekeluargaan antara keluarga besar pasangan yang berpisah tersebut.
Dampak perceraian pada psikologi anak[15]
• Pada anak, situasi perceraian orang tua dapat sangat menakutkan, membingungkan, dan membuat frustrasi.
• Anak-anak kecil sering berjuang untuk memahami mengapa mereka harus pergi meninggalkan salah satu orang tuanya.
• Anak juga mungkin khawatir jika perpisahan ini membuat orang tua berhenti saling menyayangi dan mereka tidak lagi menyayangi si anak.
• Tahun pertama perceraian ialah momen terberat. Anak berjuang paling banyak selama tahun pertama atau kedua setelah perceraian. Anak cenderung mengalami kesulitan, kemarahan, kecemasan, dan ketidakpercayaan.
• Untuk beberapa anak, sebenarnya perpisahan orang tua bukanlah bagian paling sulit. Penyebab stres ialah berbagai perubahan yang terjadi, termasuk pindah sekolah, tinggal di rumah baru, berada di lingkungan baru, dan hanya tinggal dengan salah satu orang tua.
• Belum lagi, perceraian juga sering menimbulkan masalah keuangan. Banyak keluarga harus pindah ke rumah lebih kecil, mengubah gaya hidup, dan memiliki penghasilan lebih sedikit.
• Kemudian, banyak anak-anak yang bisa bangkit kembali karena pada akhirnya mereka terbiasa dengan perubahan dalam rutinitas sehari-hari dan mereka merasa nyaman dengan pengaturan hidup mereka.
• Namun, yang lain, tampaknya tidak pernah benar-benar kembali ke kehidupan normalnya. Bahkan, ada juga anak mengalami masalah berkelanjutan hingga dewasa.
• Anak-anak usia sekolah dasar mungkin khawatir bahwa perceraian adalah kesalahan mereka.
• Pada usia remaja, perceraian bisa membuat anak sangat marah. Mereka mungkin menyalahkan dan membenci orang tua atas kejadian ini.
BAB VI
Hubungan Seks dalam Pernikahan[16]
Pernikahan adalah bersatunya laki-laki dan wanita dalam ikatan janji pernikahan. Dalam pernikahan, seks adalah ciptaan Tuhan, berarti itu baik, benar, dan indah. Seks berfungsi sebagai ungkapan cinta kasih, sebagai reproduksi, sebagai rekreasi (haruslah dengan benar antara pasangan suami istri yang sah). Berbicara mengenai seks, para lelaki lebih mudah terangsang nafsunya hanya dengan melihat dan mendengarkan walaupun ia tidak jatuh cinta. Lain halnya dengan wanita perlu terlibat perasaannya, untuk menjadi terangsang, karena wanita kuat perasaannya. Selain itu, seks bukanlah kebutuhan utama bagi wanita, tetapi bagi pria itu merupakan hal yang penting.
Seks merupakan hal yang penting dalam keluarga. Dengan adanya seks maka suami dan isteri dapat membangun hubungan (koneksi) yang kuat. Hal ini membuat suami dan isteri akan semakin mengenal dan memahami pasangannya. Aktivitas seks menjadi pengalaman intim yang membuat Anda dan pasangan lebih dekat satu sama lain, tidak hanya secara fisik tetapi bahkan menghubungkan secara emosional.[17] Suami istri menikah tidak hanya untuk menjadi satu daging, tetapi juga satu jiwa dan satu aset. Jadi kebutuhan seks bukanlah kebutuhan pria belaka, melainkan juga kebutuhan bersama. Pernikahan yang tidak memiliki seks yang baik tentu akan membuat pernikahan tersebut tidak bahagia.
Dalam suatu pernikahan, tentu akan mengalami banyak permasalahan dan permasalahan tersebut dapat mengakibatkan stres pada kedua pasangan. Bagaimana cara untuk menghindari stres yang berlebihan tersebut? Ternyata salah satu jawabannya yaitu dengan melakukan hubungan seks. Berhubungan seks dengan teratur menjauhkan stres.[18] Mengapa? Karena seks melepaskan zat antidepresan di otak, yang mengurangi tingkat stres.[19] Inilah alasannya mengapa perlu untuk melakukan hubungan seks dengan teratur dalam pernikahan. Karena aktivitas tersebut dapat menolong kehidupan pernikahan terhindar dari stres. Dengan kegiatan ini juga sumi, isteri dapat berbagi mengenai apa yang mereka alami.
Memang wanita memerlukan sentuhan yang lebih banyak daripada yang laki-laki pikirkan. Sentuhan seperti bergandengan tangan, dirangkul, dipeluk dan dibelai. Ini merupakan kebutuhan utama wanita sebagaimana makanan dan minuman. Bagi wanita sentuhan merupakan ungkapan perhatian dan kasih sayang bahkan rasa aman ia rasakan. Hal ini karena wanita memiliki kulit yang 10 kali lebih sensitif daripada kulit laki-laki. Ya meskipun sebenarnya laki-laki pun akan merasa senang dengan sentuh tapi wanita memerlukan dosis yang lebih tinggi dari laki-laki.
Banyak laki-laki tidak mengerti bahwa wanita memerlukan kata-kata verbal ungkapan cinta. Banyak laki-laki bukan belajar bagaimana mengungkapkan cinta dengan kata-kata, tetapi sibuk mengejar berbagai obat kuat untuk kepuasan belaka. Mereka tidak memahami bahwa dengan kata-kata yang romantis wanita akan lebih terbuka kepada dirinya. Salomo adalah contoh laki-laki yang sangat pandai mengungkapkan cinta dengan kata-kata manis yang ia buat.
Banyak laki-laki berpikir bahwa saya mencintai istri saya dengan perbuatan saya, saya bekerja, saya mencari nafkah dan saya tidak menyeleweng, tidak berjudi dan tidak berbuat aneh-aneh. Ini memang baik, tetapi tidak cukup!, bagaimana pun wanita perlu mendengar. Wanita perlu dipuaskan hatinya dan lubang kepuasannya adalah telinganya. Oleh karennya, suami harus pandai untuk menyampaikan kata-kata rayuan kepada isterinya. Hal ini juga bermanfaat untuk memperbaiki suasan hati sang isteri. Ingatlah ketika masa-masa pacaran, ketika pria mengejar wanitanya.
Kepuasan hubungan suami istri tidaklah maksimal jika tidak ada perasaan cinta yang terlibat. Seks akan menghasilkan perasaan puas yang maksimal jika saling memberi respons, saling menginginkan dan melakukannya sebagai ungkapan kerinduan, ungkapan keintiman dan ungkapan kasih cinta. Untuk melakukan hubungan suami istri yang menggairahkan maka perlu banyak bumbu yang diperlukan, misalnya perilaku yang tepat, mempercayai pasangan dan dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi dengan baik.
Seks dalam pernikahan adalah penting dan sama pentingnya dengan komunikasi dan keterbukaan, hanya saja pernikahan dapat dipertahankan tanpa seks.[20] Lalu apa jadinya jika adanya pernikahan tanpa seks?. Hal ini diibaratkan sebagai suatu pepatah yang mengatakan: “makanan tanpa garam.” Demikianlah jadinya pernikahan tanpa seks, keluarga akan terasa hambar, tanpa kehangatan. Karena pasangan akan sibuk dengan urusan pribadinya dan secara otomatis kehilangan komunikasi yang baik. Padahal seks merupakan sarana yang baik untuk membangun komunikasi yang berkualitas dalam pernikahan.
BAB VII
Keluarga Kristen yang Melayani Tuhan
Melayani Tuhan juga berarti memberikan waktu, tenaga, pikiran, talenta, bahkan harta kepada Tuhan. Keluarga yang melayani Tuhan adalah keluarga yang memberikan hati, pikiran hanya kepada Yesus. Perlu diingat bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga dihadapan Allah, sehingga seorang suami akan berkata kepada istrinya engkau hartaku yang paling berharga, dan betapa beruntungnya saya menikah dengan engkau. Bagi istri, suami adalah satu-satunya yang paling berharga bagaimanapun keadaannya. Bagi orang tua, anak-anak adalah harta yang paling berharga. Dan bagi anak-anak, orang tua adalah harta yang sangat berharga. Itu sebabnya, Allah menempatkan Yesus dalam sebuah keluarga untuk dididik dan diasuh. Hanya satu oknum yang tidak suka jika sebuah keluarga utuh, yaitu iblis. Iblis mencari berbagai cara untuk mengganggu keutuhan keluarga. Yosua memberikan contoh keluarga yang memiliki kesatuan yang utuh kepada Tuhan (Yosua 24:15). Kesatuan itu selalu dapat mengerjakan hal-hal diluar jangkauan pikiran manusia.
Dewasa ini yang dicari Yesus ialah keluarga-keluarga yang bersedia untuk menjadi saksi-Nya. Keluarga Kristen perlu untuk menjadi teladan kehidupan keluarga yang baik, yang dihayati. Dalam kitab Kis. 1:8 memberikan prinsip bahwa orang-orang percaya harus melayani Tuhan dan menjadi saksi bagi semua orang. Hal ini bisa terealisasi jika dalam keluarga Kristen teladan Yesus diterapkan. Dengan demikian orang bukan Kristen yang paling keras sekalipun akan duduk dan termenung dan memperhatikan tentang suatu keluarga yang telah belajar untuk hidup bersama dengan rukun, suatu keluarga yang di dalamnya suami istri saling menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat, dan anak-anaknya sopan-santun serta berkelakuan baik. Mereka yang belum mengalami suatu kehidupan keluarga yang baik, sekalipun demikian tentu mereka menginginkannya.
Sesuatu yang dilihat orang memang mendatangkan hasil, menjadikannya berhenti dan memperhatikan. Bila ia melihat bahwa ada suatu perubahan yang terjadi di dalam keluarga itu menjadi lebih baik, ia menjadi tertarik apakah yang menyebabkan terjadinya perubahan itu? Itulah kesempatan yang terletak di hadapan keluarga-keluarga Kristen untuk mengalami realitas dan kuasa Kristus di dalam rumah tangga sedemikian rupa, untuk hidup menurut peraturan ilahi-Nya sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang ada di sekeliling melihat bahwa ada sesuatu telah terjadi.
Akan tetapi,dalam keluarga kristen yang mau melayani, tentu akan mengalami tantangan-tantangan dalam kehidupannya. Apakah itu karena kekecewaan kepada Tuhan maupun kekecewaan kepada sang gembala. Selain itu ada juga karena kelelahan akibat pekerjan yang padat. Sehingga keluarga tersebut lebih memilih untuk berdiam di rumah dan istirahat dari pada berlelah-lelah untuk pelayanan.
Bagaimana cara mengatasi hal ini?. Tentu saja dengan kembali menyadarkan diri, bahwa kita ada di dunia ini untuk melayani Tuhan. Kemudian orang tua haruslah menjadi teladan yang pertama untuk anak-anaknya dalam hal pelayanan. Berkomunikasi dengan gembala sidang dan mintalah pelayanan yang sesuai dengan kemampuan keluarga tersebut. Dengan demikian maka, keluarga tersebut akan tetap menjadi keluarga yang melayani Tuhan.
Daftar Pustaka
Christenson, Larry. Keluarga Kristen. Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1994.
Darmaputera, Eka. Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia. Jakarta: Gunung Mulia, 2005.
Scheunemann. D. Romantika Kehidupan Orang Muda. Malang: Gandum Mas, 2006.
Soesilo, Vwian A. Bimbingan Pranikah Edisi 2. Malang: SAAT, 2013.
Unarto, Erich. Hidup Dalam Etika Kristen. Jakarta: YPI Kawanan Kecil, 2007.
Wijanarko, Jarot. Pernikahan Bahagia. Jakarta: Suara Pemulihan, 2007.
Gunadi, Paul. “Konflik Dalam Pernikahan”. Artikel-online. Diambil dari http://www.telaga.org/audio/konflik_dalam_pernikahan_kristen. Internet. Diakses 10 November 2019.
“Mengatasii Gangguan Komunikasi”. Artikel-online. Diambil dari http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/mengatasi-gangguan-komunikasi. Internet. Diakses 16 November 2019.
Scheunemann, D. Romantika Kehidupan Suami-Istri. Gandum Mas: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 2005.
Pentingnya Seks dalam Memperkuat Relasi Pernikahan". Artikel-online. Diambil dari https://tirto.id/ejle. Diakses 16 November 2019.
6 Alasan Mengapa Seks Dalam Pernikahan Sangat Penting, jangan disepelekan!. Diambil dari https://id.theasianparent.com/seks-dalam-pernikahan. Dikases 16 November 2019
(Tomlinson & Keasey, 1985).
Hurlock (1996),
(Schell & Hall, 1994).
[1] Eka Darmaputera, Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 2005), 6.
[2] Vwian A. Soesilo, Bimbingan Pranikah Edisi 2 (Malang: SAAT, 2013), 3.
[3] Soesilo, 4.
[4] Larry Christenson, Keluarga Kristen (Semarang: Yayasan Persekutuan Betania, 1994), 121.
[5] Ibid, 122.
[6] Ibid, 29.
[7] Ibid, 43.
[8] Ibid, 51.
[9] “Mengatasi Gangguan Komunikasi,” [artikel-online]; diambil dari http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/mengatasi-gangguan-komunikasi; Internet; diakses 10 November 2019.
[10] Paul Gunadi, “Konflik Dalam Pernikahan,” [artikel-online]; diambil dari http://www.telaga.org/audio/konflik_dalam_pernikahan_kristen; Internet; diakses 10 November 2019.
[11] Ibid,.
[12] (Tomlinson & Keasey, 1985).
[13] Hurlock (1996),
[14] (Schell & Hall, 1994).
[15] (Hurlock,1996)
[16] Jarot Wijanarko, Pernikahan Bahagia (Jakarta: Suara Pemulihan, 2007), 90.
[17] Fadhila Afifah. 6 Alasan Mengapa Seks Dalam Pernikahan Sangat Penting, jangan disepelekan!. [artikel-online]; Diambil dari https://id.theasianparent.com/seks-dalam-pernikahan. Dikases 16 November 2019.
[18] Ibid.,
[19] Ibid.,
[20]Yonada Nancy. Pentingnya Seks dalam Memperkuat Relasi Pernikahan". [Artikel-online]. Diambil dari https://tirto.id/ejle. Diakses 16 November 2019.
Komentar
Posting Komentar